Langsung ke konten utama

Makalah Politik Islam Politeknik Negeri Sriwijaya Manajemen Informatika 2MIB



Makalah Pendidikan Agama Islam
Sistem Politik Dalam Islam




Disusun Oleh :

                      Kelompok  5            :  -    Arika Juliati
-         M. Kaito Efransyah
-         Saffanah Permata S.

-         Yudha Alfitra
                      Kelas                        : 2 MI B
                      Jurusan                     : Manajemen Informatika
Dosen Pembimbing : Farida Husien,S.Ag,M.Ag.

Politeknik Negeri Sriwijaya
Tahun Ajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Politik Islam.
    Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan harapan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
    Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
    Akhir kata kami berharap semoga makalah agama tentang Politik Islam ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

                                                                                    Palembang, 28 Mei 2017   

                                                                                              Kelompok 5







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda. Namun, Islam memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil.Dalam Al-Qur’an memang aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada jaman Rasullullah SAW sangatlah baik.Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mendorong masyarakatnya menjalankan syari’at Islam.
Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1.         Apa pengertian Politik  Islam?
2.         Apa asas-asas yang digunakan di politik islam?
3.         Apa saja prinsip-prinsip utama dalam sistem politik islam?
4.     Apa tujuan politik menurut islam?
5.     Apa syarat kepemimpinan politik dalam islam?
6.     Apa nilai-nilai dasar sistem politik dalam Al-Qur’an?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari perbuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Mengetahui pengertian dari Politik Islam.
2.         Mengetahui asas-asas yang digunakan dipolitik islam.
3.         Mengetahui prinsip-prinsip utama dalam sistem politik islam.
4.     Mengetahui tujuan dari politik menurut islam.
5.     Mengetahui syarat kepemimpinan politik dalam islam.
6.     Mengetahui nilai-nilai dasar sistem politik menurut Al-Quran.

























BAB II
PEMBASAHAN


A. Pengertian Politik Islam
Kata politik pada mulanya berasal dari bahasa Yunani atau Latin, politicos atau politicus, yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis, yang berati kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik diartikan sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan”. Sedangkan kata Islam, adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. Sedangkan secara harfiyah, Politik Islam disebut juga Fiqh Siyasah yang dapat diartikan sebagai mengurus, mengendali atau memimpin. Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan  sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).
Dalil Berpolitik Dalam Islam
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya :
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain dating menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim) Jelaslah bahawa politik atau siyasah itu bermakna adalah mengurusi urusan masyarakat. Rasulullah SAW. bersabda :
"Siapa saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan urusan dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk golongan mereka (iaitu kaum Muslim). (Hadis Riwayat Thabrani)
Politik dalam Pandangan Cendekiawan dan Ulama
Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Siyasah as-Syar’iyyah, hal 168 menjelaskan:
“Wajib diketahui bahwa mengurusi dan melayani kepentingan manusia merupakan kewajiban terbesar agama dimana agama dan dunia tidak bias tegak tanpanya. Sungguh bani Adam tidak akan lengkap kemaslahatannya dalam agama tanpa adanya jamaah dan tidak ada jamaah tanpa adanya kepemimpinan. Nabi bersabda: ‘Jika keluar tiga orang untuk bersafar maka hendaklah mereka mengangkat salah satunya sebagai pemimpin’ (HR. Abu Daud). Nabi mewajibkan umatnya mengangkat pemimpin bahkan dalam kelompok kecil sekalipun dalam rangka melakukan amar ma’ruf nahi munkar,melaksanakan jihad, menegakkan keadilan, menunaikan haji, mengumpulkan zakat, mengadakan sholat Ied, menolong orang yang dizalimi, dan menerapkan hukum hudud.”
Lebih jauh Ibnu Taimiyyah –mengutip Khalid Ibrahim Jindan berpendapat bahwa kedudukan agama dan negara ”saling berkelindan,tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya,sementara tanpa wahyu, negara pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.”
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa kekuasaan penguasa merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi dengan baik. Penguasa harus mengurusi rakyatnya seperti yang dilakukan pengembala yang dilakukan kepada gembalaanya. Penguasa disewa rakyatnya agar
bekarja untuk kepentingan meraka, kewajiban timbal balik kepada kedua belah pihak menjadikan perjanjian dalam bentuk kemitraan. Pendapat Ibnu Aqil seperti yang dikutip Ibnu Qayyim mendefinisikan: “Siyasah syar’iyyah sebagai segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan, sekalipun Rasul tidak menetapkan dan Allah tidak mewahyukan. Siyasah yang merupakan hasil pemikiran manusia tersebut harus berlandaskan kepada etika agama dan memperhatikan prinsip-prinsip umum syariah”.
Imam Al Mawardi dalam “Ahkamus Sultaniyyah Wal Walayatud Diniyah” menjelaskan siyasah syar’iyahsebagai:
“Kewajiban yang dilakukan kepala negara pasca kenabian dalam rangka
menjaga kemurnian agama dan mengatur urusan dunia (hirosatud din wa
raiyyatud dunya).”
Al Ghazali melukiskan hubungan antara agama dengan kekuasaan politik dengan ungkapan :
” Sultan (disini berarti kekuasaan politik) adalah wajib untuk ketertiban dunia; ketertiban dunia wajib untuk ketertiban agama; ketertiban agama wajib bagi keberhasilan di akhirat. Inilah tujuan sebenarnya para Rasul.. Jadi wajib adanya imam merupakan kewajiban agama dan tidak ada jalan untuk meninggalkannya.” Asyahid Imam Hasan Al Banna menjelaskan politik adalah,
“Hal memikirkan persoalan internal (yang mencakup diantaranya: mengurusi persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, memerinci hak dan kewajibannya, melakukan pengawasan terhadap penguasa) dan eksternal umat (yang meliputi diantaranya: memelihara
kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan bangsanya mencapai tujuan yang diidamkan dan membebaskan bangsanya dari penindasan dan intervensi pihak lain).”










Sejarah Pemikiran Politik Islam
   Dalam ajaran islam, masalah politik termasuk dalam kajian fiqih siyasah. Fiqih siyasah adalah salah satu disiplin ilmu tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya, dan negara pada khususnya, berupa hukum, peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan ajaran islam. Al Quran tidak menyatakan secara eksplisit bagaimana system politik itu muncul, tetapi menegaskan bahwa kekuasaan politik dijanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal shaleh.Ini berarti kekuasanan politik terkait dengan kedua factor tersebut. Pada sisi lain Dalam Islam, politik itu identik dengan siasah yang secara pembahasan artinya mengatur.Fikih siasah adalah aspek ajaran Islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan.
politik juga terkait dengan ruang dan waktu. Ini berarti ia adlah budaya manusia sehingga keberadaanya tiak dapat dilepaskan dari dimensi kesejarahan. Sistem pemerintahan islam sudah dimulai sejak masa Rasulullah SAW. Dua tahun setelah hijrah dari mekkah ke madinah, tepatnya pada tahun 622 M, Rasulullah SAW bersama seluruh komponen masyarakat Madinah memaklumkan piagam yang disebut Piagam Madinah. Adapuni isi dari piagam Madinah ini ialah :
1. Tiap kelompokdijamin kebebasanya dalam beragama
2. Tipa kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah, baik yang muslim maupun non muslim
4. Semua penduduk Madinah sepakat mengangkat Muhammad sebagai pemimpinya dan memberi keputusan hokum segala perkara yang dihadapkan kepadanya. Setidaknya terdapat 3 kelompok/paradigma yang berkembang dalam dunia islam tentang keterkaitann antara islam dan politik.
Paradigma tradisional/ paradigma formalistik
Bahwa islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya terdapat ketatanegaraan atau politik.Kelompok ini berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan yang harus diteladani adalah system yang dilaksanakan oleh Rasululllah SAW.
Paradigma Sekuler
Bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya agama tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.Muhammad hanyalah saorang Rasul yang bertugas menyampaikan risalah Tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin suatu negara
Paradigma Substantivistik Kelompok yang menolak paradigma formalistik dan juga paradigm sekuler. Aliran ini berpendirian bahwa islam tidak terdapat system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Menurut kelompok ini, tak satu nash pun dalam al quran yg memerintahkan didirikannnya sebuah Negara islam.
Keduduakn Politik Dalam Islam
Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam syariatislam. Yaitu :
Pertama,kelompok yang menyatakan bahwa Islamadalah suatu agama yang serbah lengkap didalamnya terdapat pula antara lainsystem ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir sebuah istilah yang disebutdengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam) merupakan bagianintegral dari ajaran islam. Lebih jauhkelompok ini berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang harus diteladaniadalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi
Muhammad SAW dan oleh parakhulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.
Kedua, kelompok yang berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya agamatidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi Muhammad hanyalah seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain bertugas menyampaikan
risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin suatu Negara.
Aliran Ketiga menolak bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala sistemketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pandanaganbarat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat system ketatanegaraan, tetapaiterdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.




Dalam fikih siasah disebutkan bahwa garis besar fikih siasah meliputi :
  1. Siasah dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam).
  2. Siasah dauliyyah (politik yang mengatur hubungan satu Negara Islam dengan Negara Islam yang lain atau dengan Negara sekuler lainnya).
  3. Siasah maaliyah (sistem ekonomi Negara).
1 Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan.Secara pengertian            umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.Sedangkan menurut Pulungan (2002, hal:39) Siyasah Dusturiyah adalah hal yang mengatur atau kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam mengatur warga negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian terpenting dlam suatu negara,karena hal ini menyangkut hal-hal yang mendasar dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara dengan kepala negaranya.Fiqih Siyasah Dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan kompleks, secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Persoalan dan ruang lingkup (pembahasan)
Membahas tentang imam, rakyat, hak dan kewajibanya, permasalahan Bai‟at, Waliyul Ahdi, perwakilan dan persoalan Ahlul Halli Wal Aqdi.
b) Persoalan imamah, hak dan kewajibannya.
Imamah atau imam di dalam Al-Qur‟an pada umumnya , kata-kata imam menunjukan kepada bimbingan kepada kebaikan. Firman Allah:
Artinya: dan orang orang yang berkata: "ya tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
c) Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknya

Rakyat terdiri dari Muslim dan non Muslim, adapun hak-hak rakyat, Abu A‟la al-Maududi menyebutkan bahwa hak-hak rakyat adalah sebagai berikut:

1.  Perlindungan terhadap hidupnya, hartanya dan kehormatannya.

2.  Perlindungan terhadap kebebasan pribadi.

3.  Kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan.

4.  Terjamin kebutuhan pokok hidupnya, dengan tidak membedakan kelas dan kepercayaan.
Abdul Kadir Audah menyebutkan dua hak, yaitu: hak persamaan dan hak kebebasan, beraqidah, berbicara, berpendidikan dan memiliki . Sedangkan kewajiban rakyat adalah untuk taat dan membantu serta berperan serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama. Apabila kita sebut hak imam adalah ditaati dan mendapatkan bantuan serta partisipasi secara sadar dari rakyat, maka kewajiban dari rakyat untuk taat dan membantu serta dalam program-program yang digariskan untuk kemaslahatan bersama.
d) Persoalan Bai‟at

Bai‟at (Mubaya‟ah), pengakuan mematuhi dan mentaati imam yang dilakukan oleh Ahl Al-Hall Wa Al-Aqd dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan. Diaudin Rais mengutip pendapat Ibnu Khaldun tentang bai‟at ini, dan menjelaskan:

“Adalah mereka apabila mem Bai‟at-kan seseorang amir dan mengikat perjanjian, mereka meletakkan tangan-tangannya untuk menguatkan perjanjian

e) Persoalan Waliyul Ahdi

Imama itu dapat terjadi dengan salah satu cara dari dua cara: Pertama dengan pemilihan Ahl Al-Hall Wa Al-Aqdi dan Kedua dengan janji (penyerahan kekuasaan) imam yang sebelumnya. Cara yang kedua yang dapat dimaksudkan dengan waliyul ahdi. Hal ini didasarkan pada: Abu Bakar r.a menunjuk Umar ra. Yang kemudian kaum Muslimin menetapkan keimanan (imamah) umar dengan penunjukan Abu Bakar tadi .

f)   Persoalan perwakilan dan Ahlul Halli Wal Aqdi


g)   Persoalan Wuzaroh (Kementerian) dan Perbandinganya

Ulama mengambil dasar-dasar adanya kementerian (Wuzarah) dengan dua alasan, Pertama: firman Allah dalam surat At-Thaha 29-32 yang Artinya “Dan jadikanlah untukku seorang wazir dari keluargaku, yaiut harun, saudaraku. Teguhkanlah kekuatanku dengan dia, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.” Dan Kedua karena alasan yang sifatnya praktis, yaitu imam tidak

2 Siyasah Maliyah
Arti  kata  Maliyah  bermakna  harta  benda,  kekayaan,  dan  harta.  Oleh  karena  itu Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan negara.Djazuli (2003) mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta kemaslahatan umat. Lain halnya dengan Pulungan (2002, hal:40) yang mengatak bahwa Siyasah Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak,serta Baitul Mal.
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata.
Fikih dusturiyah (Hukum Tata Negara dalam Islam) adalah masalah kepemimpinan, mencakup arti pemimpin, mekanisme pengangkatan pemimpin, kriteria pemimpin, hak dan kewajiban pemimpin. Kepemimpinan adalah keseluruhan aktifitas atau kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi atau menggairahkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan.
Dari pembahsan diatas dapat kita lihat bahwa siyasah maliyah adalah hal-hal yang menyangkut kas negara serta keuangan negara yang berasal dari pajak, zakat baitul mal serta pendapatan negara yang tidak bertentangan dengan syari‟at Islam.
Dasar-Dasar Fiqih Siyasah Maliyah, di antaranya sebagai berikut: a. Beberapa prinsip tentang harta, antara lain:
1.  Masyarakat tidak boleh menggangu dan melarang pemilikan mamfaat selama tidak merugikan orang lain atau masyarakat itu sendiri.

2.  Karena pemilikan mamfaat berhubungan dengan hartanya, maka boleh bagi pemilik memindahkan hak miliknya kepada pihak lain, misalnya dengan jalan menjualnya, mewasiatkannya, menghibahkannya, dan sebagainya.

3.  Pada pokoknya pemilikan mamfaat itu kekal tidak terikat oleh waktu.

b. Dasar-dasar keadilan sosial

Diantara landasan yang menjadi landasan keadilan social di dalam islam:
1. Kebebasan rohania yang mutlak.Yakni kebebasan rohania yang di dasarkan kepada kebebasan rohania manusia dari tidak beribadah kecuali kepada Allah, tidak ada yang kuasa kecuali daripada Allah.
2. Persamaan kemanusian yang sempurna.
Yakni prinsip-prinsip persamaan di dalam Islam yang di dasarkan kepada kesatuan jenis manusia di dalam kejadiannya dan di dalam tempat kembalinya, di dalam kehidupannya, di dalam matinya, di dalam hak dan kewajibannya di hadapan undang-undang, di hadapn allah, di dunia dan di akhirat.
c. Tanggung jawab social yang kokoh Di antaranya meliputi:
1.  Tanggung jawab terhadap diri sendiri.

2.  Tanggung jawab terhadap keluarganya.

3.  Tanggung jawab individu terhadap masyarakat dan sebaliknya. d. Hak milik

Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan terhadap harta yang di hasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara‟. Hanya Islam memberikan batasan-batasan tentang hak milik perseorangan ini agar manusia mendapat kemaslahatan dalam pengembangan harta dalam menafkahkan dan dalam perputaranya.

1.  Bahwa hakikatnya harta itu adalah milik Allah.

2.  Harta kekayaan jangan sampai hanya ada/dimiliki oleh segolongan kecil masyarakat.

3.  3. Ada barang-barang yang untuk kepentingan masyarakat seluruhnya, seperti jalan-jalan, irigasi, tempat-tempat peribadatan.

e. Zakat
Beberapa bentuk zakat, di antaranya:
1.  Zakat hasil bumi (Usyur)

2.  Zakat emas, ternak, dan zakat fitrah.

3.  Kanz dan harta karun

f. Jizyah
Adalah iuran Negara (Dharibah) yang diwajibkan atas orang-orang ahli kitab sebagai imbangan bagi usaha membela mereka dan melindungi mereka atau sebagai imbangan bahwa mereka memperoleh apa yang di peroleh orang-orang Islam sendiri, baik dalam kemerdekaan diri, pemeliharan harta, kehormatan. Dan agama.

3 Siyasah Dauliyah

Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalh territorial, nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan, 2002. hal:41).
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada pengaturan masalah kenegaraan yang bersifat luar negeri, serta kedaulatan negara. Hal ini sangat penting guna kedaulatan negara untuk pengakuan dari negara lain.
 Dasar-dasar Siyasah Dauliyah, diantaranya sebagai berikut:
1. Kesatuan umat manusia
Meskipum manusia ini berbeda suku berbangsa-bangsa, berbeda warna kulit, berbeda tanah air bahkan berbeda agama, akan tetapi merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah, sama bertempat tinggal di muka bumi ini.
2. Al-„Adalah (Keadilan)

Ajaran islam mewajibkan penegakan keadilan baik terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga, bahkan terhadap musuh sekalipun kita wajib bertindak adil. Banyak ayat-ayat yang berbicara tentang keadilan antara lain:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS. An-Nisa :135)
3. Al-Musawah (persamaan)

Manusia memiliki hal-hal kemanusian yang sama, untuk mewujudkan keadilan adalah mutlak mempersamakan manusia dihadapan hokum kerjasama internasional sulit dilaksanakan apabila tidak di dalam kesederajatan antar Negara dan antar Bangsa.

4. Karomah Insaniyah (Kehormatan Manusia)

Karena kehormatan manusia inilah, maka manusia tidak boleh merendahkan manusia lainnya. Kehormatan manusia ini berkembang menjadi kehormatan terhadap satu kaum atau komunitas dan bisa di kembangkan menjadi suatu kehormatan suatu bangsa atau negara.

5. Tasamuh (Toleransi)

Dasar ini tidak mengandung arti harus menyerah kepada kejahatan atau memberi peluang kepada kejahatan. Allah mewajibkan menolak permusuhan dengan tindakan yang lebih baik, penolakan dengan lebih baik ini akan menimbulkan persahabatan bila dilakukan pada tempatnya setidaknya akan menetralisir ketegangan.
Hal-hal yang diperhatikan dalam fiqih siyasah dauliyah meliputi;
a.  Persoalan internasional.

b.  Persoalan teritorial.
c.  Persoalan nasionality dalam fiqih Islam.

d.  Masalah penyerahan penjahat.

e.  Masalah pengasingan dan pengusiran.

f.   Masalah perwakilan, tamu-tamu Negara, orang-orang dzimi

   Hubungan Internasional dibagi menjadi dua yaitu hubungna Internasional dalam waktu damai yang di dalamnya mengenai politik, ekonomi, kebudayaan, dan kemasyarakata, dan hubungan internasional dalam waktu perang.
2.  Kewajiban suatu Negara terhadap Negara lain, yakni tentang menghormati hak-hak negara lain yang bertetangga dengan negara yang di tempati.

3.  Mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional.Hubungan internasional dalam waktu perang

Sebab terjadinya perang:
1.  Memepertahankan diri

2.   Dalam rangkah dakwah Etika perang dalam Islam:
1.  Dilarang membunuh anak.

2.  Dilarang membunuh wanita yang tidak berperang.

3.  Dilarang membunuh orang tua yang tidak ikut perang.

4.  Tidak memotong dan merusak tanaman.

5.  Tidak membunuh binatang ternak.

6.  Tidakmenghancurkan tempat ibadah.

7.  Dilarang mencincang mayat musuh.

8.  Dilarang membunuh pendeta dan pekerja.

9.  Bersabar,berani dan ikhlas.

10.  Tidak melampaui batas.

4 Siyasah Harbiyah

Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.

Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah Harbiyah adalah pemerintah atau kepala negara mengatur dan mengurusi hala-hal dan masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan masalah perdamaian (Pulungan, 2002. hal:41).


Konsekuensi dari asas bahwa hubungan Internasional dalam Islam adalah perdamaian saling membantu dalam kebaikan, maka:

1.  Perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sesuai dengan persyaratan darurat hanya di lakukan seperlunya.

Orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh
Hubungan internasional dalam waktu damai:

1. Damai adalah asas hubungan internasional yaitu perang hanya bila keadaan darurat, segera berhenti perang jika cenderung damai, dan memperlakukan tawanan secara manusiawi.
    Dalam Agama Islam, bukan masalah Ubudiyah dan Ilahiyah saja yang dibahas. Akan tetapi tentang kemaslahatn umat juga dibahas dan diatur dalam Islam, dalam kajian ini salah satunya adalah Politik Islam yang dalam bahasa agamanya disebut Fiqh Siyasah.

Fiqh Siyasah dalam koteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas mengenai ketatanegaraan Islam (Politik Islam). Secara bahasa Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum Islam yang bersifat amali melalui dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan Siyasah adalah pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijaksanaan, pengurusan, dan pengawasan.


B. Asas - Asas Politik Islam
1.  Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah. Firman Allah yang mafhumnya: 
-         "Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya." (Al Furqan: 2)
-         "Bagi Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hukum) dan kepada Nya kamu dikembalikan."   (A1 Qasas: 70)
-         "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah."   (A1 An'am: 57)
2.  Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah. Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan. Firman Allah yang mafhumnya: 
-         "Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggatkanlah."   (Al Hasyr: 7)
-         "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin Allah." (An Nisa': 64)
-         "Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mu'min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali." (An Nisa: 115)
-         "Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An Nisa': 65)
3. Khilafah
Khilafah berarti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau  wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya. Firman Allah yang mafhumnya: 
-         "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi... " (Al Baqarah: 30)
-         "Kemudian Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat." (Yunus: 14)
-          
C. Prinsip-Prinsip Utama dalam Sistem Politik Islam
1)       Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam pentabiran ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.



2)       Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politikIslam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalamkehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antaradua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapak dan anak-anaknya. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut.Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

3)       Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada makruf dankebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenar adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.

4)       Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.

5)       Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hakrakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.









D. Tujuan Politik Menurut Islam
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.  Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah  Ad-Dindan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1)       Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulama..
2)       Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih.
3)       Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai.
4)       Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia.
5)       Menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar.
6)       Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam.
7)       Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syarak.
8)       Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir.
9)       Melantik pegawai-pegawai yang cakap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal-hal pentabiran negara.
10)    Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-hal awam demi untuk memimpin negara dan melindungi  Ad-Din.


E. Syarat Kepemimpinan Politik dalam Islam
Kepemimpinan politik dalam Islam harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh ajaran agama. Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa’,(4):58-59. Pada ayat itu disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik dalam Islam antara lain;

                           1.      Amanah yaitu bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang diemban
                           2.      Adil yaitu mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proporsional
                            3.      Taat kepada Allah dan Rasul
                            4.      Menjadikan quran dan sunnah sebagai referensi utama.

 F. Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
*      Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.                                      
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku. (Q.S. al-Mukminun: 52)”.
*      Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.     
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS Asy Syura : 38)”.
*      Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.                
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S. an-Nisa: 58)”.
*      Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan)        
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.
*      Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam.
“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka jika telah kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.(Q.S. al-Hujurat:9)”.
*      Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan invasi.                
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.
*      Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.

*      Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.                  
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.

*      Keharusan menepati janji.         
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.
*      Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.
 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”
*      Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
 “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.
*      Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum dalam hal:
  Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
  Berangsur-angsur (al-tadaruj)
  Tidak menyulitkan (adam al-haraj)








Pemimpin dalam politik Islam
Pemimpin dalam sistem politik Islam bukanlah seseorang yang haus harta dan tahta. Melainkan ia yang beretika mulia.Yang mengedepankan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan keluarganya. Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam tunduk pada konstitusi tertinggi yaitu kehendak Tuhan yang Maha Adil dan Maha Mengetahui. Sekalipun pemimpin yang dimaksud adalah Nabi Saw dan Imam dan para Khalifah. Syaratnya adalah ia berpengetahuan luas baik itu ilmu kepemimpinan dan ilmu-ilmu lainnya, khususnya hukum, dan adil dalam bertindak. Pengetahuannya membimbing ummat untuk mengetahui kebenaran dan keadilannya mengantarkan ummat untuk mencapai kebenaran tersebut. Pemimpin yang berpengetahuan luas dan adil tersebut dapat saja berupa kepimpinan kolektif maupun perseorangan. Tergantung pada kebutuhan sosiologis setiap generasi dan wilayah tertentu. Berdasarkan hukum islam, kewenangan pemimpin tersebut sama dengan kewenangan Nabi, Imam dan Khilafah di masa lampau dalam hal mengatur pemerintahan. Karena kewenangan mengatur pemerintahan, bukanlah kemuliaan yang hakiki dalam Islam. Kewenangan mengatur pemerintahan hanyalah alat menuju kemuliaan spiritual, bukan kemuliaan itu sendiri. Absurd saja jika beberapa orang, apa lagi orang tersebut merasa pintar, bertengkar untuk memperebutkan tampuk pemerintahan. Karena orang-orang mulia seperti Nabi Saw. dan Imam as. tetap akan mulia tanpa mengatur pemerintahan sekalipun. Maksudnya, kewenangan mengatur pemerintahan dan kemuliaan spiritual bukanlah hubungan yang sama atau identik. Kewenangan mengatur pemerintahan dan cara-cara lainnya adalah beberapa jalan mencapai kemuliaan spiritual. Tapi, jika kita dipercaya dan memang pantas mengatur pemerintahan, laksanakanlah. Karena itu salah satu jalan mencapai kemuliaan. Khalifah haruslah seseorang yang cerdas dan berlaku adil.Rekam jejak atas apa yang diketahui (cerdas) dan apa yang ia lakukan atas pengetahuannya (adil) menjadi syarat utama seorang khalifah.Pemimpin haruslah diangkat oleh pemimpin.Logika sederhananya, mustahil memberi tanpa memiliki. Pemimpin harus menunjuk suksesinya untuk melanjutkan kepemimpinan. Dibutuhkan tingkat humor yang tinggi jika kita membenarkan pemilihan pemimpin yang diangkat oleh pengikut. Karena seseorang dengan sendirinya mengikuti seseorang lainnya yang memiliki kepemimpinan lebih dari dirinya. Saidina Ali pernah berkata, “Lebih baik dipimpin oleh orang yang zalim daripada negara tidak ada pemimpin.” Ini menunjukkan bahwa keberadaan pemimpin dalam negara itu mutlak diperlukan. Dalam sebuah pengajian bersama Tgk Marhaban Habibi Bakongan (Waled Bakongan), beliau menjelaskan bahwa memilih pemimpin hukumnya wajib dan setiap insan akan berdosa jika tidak ada pemimpin walaupun cuma sehari. Melihat kenyataan yang seperti ini tentulah tidak ada alasan bagi kita untuk menolak keberadaan seorang pemimpin.
Untuk menjalankan aturan Allah Swt di muka dibutuhkan seorang pemimpin yang akan mengayomi manusia ke jalan yang benar sesuai dengan tuntutan syariat. Banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang pentingnya pemimpin dalam kehidupan ini. Bahkan awal penciptaan Nabi Adam as di alam semesta ini pun dengan tujuan menjadikannya sebagai khalifatul ardhi (pemimpin di muka bumi) sebagaimana firman Allah dalam Alquran (Surah Albaqarah: 30).
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ

WA IDZ QAALA RABBUKA LILMALAA-IKATI INNII JAA'ILUN FIIL ARDHI KHALIIFATA QAALUU ATAJ-'ALU FIIHAA MAN YUFSIDU FIIHAA WA YASFIKUD DIMAA-A WA NAHNU NUSABBIHU BIHAMDIKA WA NUQADDISULAKA QAALA INNII A'LAMU MAA LAA TA'LAMUUN(A)
Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q.S Al Baqarah : 30)
 
Dalam surat An-nisa ayat 139 dan ayat 144 secara saling berkaitan Allah jugamenegaskan larangan menjadikan orang non muslim sebagai wali.
5.
Penafsiran dan Kontekstualisasi Ayat
Allah melarang orang-orang mu’min menjadikan orang kafir sebagai wali dan temanakrabnya lalu meninggalkan sesama saudaranya yang mu’min. Allah mengancam bahwa barang siapa melanggar larangan ini putus hubungannya dengan Allah karena telahmenyimpang dari jalan yang benar sebagaimana Allah berfirman dalam ayat-ayatnya:
 Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatandi sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (Q.S An- Nisa : 139)

Selanjutnya dalam ayat 144 juga dijelaskan

 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi walidengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakanalasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ? (Q.S An-Nisa : 144)

Dalam surat al-maidah ayat 51 juga ditegaskan
 
 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al- Maidah: 51)
Ayat-ayat ini dijadikan legitimasi oleh sebagian golongan yang menyatakan bahwa memilih pemimpin dari kalangan kafir hukumnya haram. Perbedaan penafsirandalam ayat ini berpangkal dari ketidaksamaan mereka dalam mendefinisikan makna waliatau auliya’. Prof. Hamka Dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan, wajib bagi kita mengambil pemimpin dari orang muslim. Allah memberi peringatan dengan tegas bahwa memilihorang kafir menjadi pemimpin adalah perangai kelakuan orang munafik. Pada ayat iniditegaskan kepada orang-orang beriman agar tidak mengambil orang kafir sebagai pemimpin.

KESIMPULAN

          Politik Islam disebut juga Fiqh Siyasah yang dapat diartikan sebagai mengurus, mengendali atau memimpin. Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan  sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan
Dalam Islam, politik itu identik dengan siasah yang secara pembahasan artinya mengatur. Fikih siasah adalah aspek ajaran Islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Dalam fikih siasah disebutkan bahwa garis besar fikih siasah meliputi :
  1. Siasah dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam).
  2. Siasah dauliyyah (politik yang mengatur hubungan satu Negara Islam dengan Negara Islam yang lain atau dengan Negara sekuler lainnya).
  3. Siasah maaliyah (sistem ekonomi Negara).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Tentang Proposal Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN              1.1  Latar Belakang                     Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi tujuan yang telah disepakati bersama. Dalam kegiatan itu tentunya ada hal yang harus melengkapi sebagai prasyarat yang bisa memudahkan dalam menjalankan kegiatan yang akan dilaksanakan. Hal itu disebut sebagai proposal kegiatan. Proposal kegiatan dibuat sebagai rancangan atau rencana terhadap kegiatan yang akan dijalankan nantinya walaupun terkadang dari perencanaan tersebut masih ada beberapa yang nanti kemungkinan kurang sesuai dengan apa yang dilakukan ketika dilapangan. Proposal kegiatan sebagai rancangan atau rencana yang sudah tersusun rapi akan sangat memudahkan dalam menjalankan kegiatan yang akan dilakukan.                    Selain sebagai rancangan suatu kegiatan proposal juga merupakan sebuah tulisan yang dibuat oleh si penulis yang bertujuan untuk menjabarkan atau menjelasan se

Lirik Lagu Wali-Doaku Untukmu Sayang

Lirik Lagu Wali - Doaku Untukmu Sayang Kau mau aku apa, pasti kan ku beri Kau minta apa, akan ku turuti Walau harus aku terlelap dan letih Ini demi kamu sayang Aku tak akan berhenti Menemani dan menyayangimu Hingga matahari tak terbit lagi Bahkan bila aku mati Ku kan berdoa pada Ilahi Tuk satukan kami di surga nanti Tahukah kamu apa yang ku pinta Di setiap doa sepanjang hariku Tuhan tolong aku, tolong jaga dia Tuhan aku sayang dia Aku tak akan berhenti Menemani dan menyayangimu Hingga matahari tak terbit lagi Bahkan bila aku mati Ku kan berdoa pada Ilahi Tuk satukan kami di surga nanti (Tuhan tolong aku, jaga jaga dia Tuhan ku pun sayang dia) Aku tak akan berhenti Menemani dan menyayangimu Hingga matahari tak terbit lagi Bahkan bila aku mati Ku kan berdoa pada Ilahi Tuk satukan kami di surga nanti

Lirik Lagu Surat cinta Untuk Starla-Virgoun

Teruntuk kamu hidup dan matiku Aku tak tahu lagi harus dengan kata apa aku menuliskannya Atau dengan kalimat apa aku mengungkapkannya Karna untuk kepergian kalinya Kau buat aku kembali percaya akan kata cinta Dan benar bahwa cinta masih berkuasa diatas segalanya Ketika hati yang mudah rapuh ini Diuji oleh duniawi diuji oleh materi Untuk kesekian kali lagi lagi dan lagi Kutuliskan kenangan tentang Caraku menemukan dirimu Tentang apa yang membuatku mudah Berikan hatiku padamu Takkan habis sejuta lagu Untuk menceritakan cantikmu Kan teramat panjang puisi Tuk menyuratkan cinta ini Telah habis sudah cinta ini Tak lagi tersisa untuk dunia Karena tlah kuhabiskan Sisa cintaku hanya untukmu Aku pernah berpikir tentang Hidupku tanpa ada dirimu Dapatkah lebih indah dari Yang kujalani sampai kini Aku slalu bermimpi tentang Indah hari tua bersamamu Tetap cantik rambut panjangmu Meskipun nanti tak hitam lagi Bila habis sudah waktu ini Tak lagi berpijak pada dunia